Kapuas Kalimantan Tengah

Senin, 25 Oktober 2010

SEJARAH DAN PERMASALAHAN KOTA KUALA KAPUAS

SEJARAH DAN PERMASALAHAN KOTA KUALA KAPUAS
BAB I
PENDAHULUAN
A.LATAR BELAKANG
I. SEJARAH KOTA KUALA KAPUAS
Berdasarkan Undang Undang Nomor 27 Tahun 1959 tentang pembentukan Daerah Tingkat II menyatakan bahwa Kabupaten Kapuas dengan ibukota Kuala Kapuas adalah Daerah Otonom di Kalimantan Tengah. Kabupaten Kapuas adalah salah satu dari kabupaten otonom eks Daerah Dayak Besar dan Swapraja Kotawaringin yang termasuk dalam wilayah Karesidenan Kalimantan Selatan.
Suku Dayak Ngaju merupakan penduduk asli Kabupaten Kapuas. Suku ini terdiri dari dua sub suku; suku oloh Kapuas-Kahayan dan Oloh Oldaman, bermukim di sebelah kanan kiri Sungai Kapuas dan Sungai Kahayan antara hilir samapai tengah sungai, sedangkan Oloh Oldman di bagian hulu dari kedua sungai tersebut.
Dalam penuturan pusaka “ Tetek tatum”, nenek moyang suku Dayak Ngaju pada mulanya bermukim di sekitar pegunungan Schwaner di Sentral Kalimantan (Alang, 1981). Barulah pada perkembangan berikutnya suku Dayak Ngaju bermukim menyebar disepanjang tepi Sungai Kapuas dan Kahayan. Penyebaran pemukiman di sepanjang kiri-kanan Sungai Kapuas dan Sungai Kahayan tidak dapat diketahui dengan pasti kapan mulainya, karena tidak ada peninggalan baik berupa tulisan maupun barang jadi (artefak) yang dapat dijadikan dasar penelitian.
Menurut catatan yang ada pada kerajaan Majapahit, yaitu pada abad XIV dalam kitab Negarakertagama yang ditulis oleh Pujangga Prapanca dari antar daerah pada tahun 1365 M, menyebutkan adanya permukiman suku dayak Ngaju. Sealin itu juga tercatat dalam naskah Hikayat Banjar, berita Tionghoa pada masa Dinasti Ming (1368-1644 M) dan piagam-piagam perjanjian antara kasultanan Banjar dengan Pemerintah Belanda pada abad XIX memuat berita adanya pemukiman di sepanjang Sungai Kapuas dan Sungai Kahayan yang disebut pemukiman Lewu Juking. Lewu Juking merupakan sebuah permukiman berumah panjang yang terletak di dekat muara suangai Kapuas Murung (bagian barat delta Pulau Petak yang bermuara ke Laut Jawa) sekitar 10 km dari arah pesisir Laut Jawa. Pemukiman ini cukup banyak, bersama dengan pemukiman sekitar, seperti pemukiman Badapaung dan pemukiman lain sampai muara terusan, berpenduduk sekitar 1000 kepala keluarga. Pemukiman Lewu Juking dan pemukiman sekitarnya dipimpin oleh seorang kepala suku bernama Raden Labih.
Perkampungan dan berada ditepi sungai Kapuas ini sering diserang oleh rombongan bajak laut, walaupun beberapa kali rombongan bajak laut dapat dipukul mundur oleh penduduk Lewu Juking dan sekitarnya, tetapi penduduk merasa kurang aman tinggal di daerah tersebut,sehingga pada tahun 1800 banyak penduduk pindah tempat tinggal mencari tempat yang jauh lebih aman dari gangguan perompak atau bajak laut.
Sebagai konsekuensi dari perpindahan penduduk Lewu Juking dan sekitarnya, maka sepanjang arah Sungai Kapuas dan Sungai Kapuas Murung bermunculan pemukiman-pemukiman baru, seperti di tepi sungai Kapuas Murung muncul pemukiman Palingkau dipimpin oleh Dambung Tuan, pemukiman Sungai Handiwung dipimpin Dambung Duyu, pemukiman sungai Apui (seberang Palingkau) dipimpin oleh Raden Labih yang kemudian digantikan oleh putranya Tamanggung Ambu. Sedangkan di tepi sungai Kapuas terdapat pemukiman baru seperti sungai Basarang, Pulau Telo, Sungai Bapalas, dan sungai Kanamit yang nama-nama pemimpinnya baru diketahui ketika terjadi perlawanan bersenjata terhadap Belanda di sekitar Kuala Kapuas ( 1895 – 1860). Sungai Basarang dipimpin oleh panglima Tangko, Sungai Bapalas oleh Panglima Uyek dan Sungai Kanamit dipimpin oleh Petinggi Sutil.
Perkampungan suku dayak ngaju terdiri dari bangunan rumah yang berukuran besar dan di didiami beberapa kepala keluarga yang di sebut Huma Betang atau Rumah Betang. Selain memiliki fungsi sebagai tempat tinggal yang aman dari serangan musuh Rumah panjang (betang) memilki nilai filosofis tentang hidup bersama yang rukun dan saling menghormati.

II. GEOGRAFIS KAPUAS
Kabupaten Kapuas merupakan salah satu dari 14 kabupaten/kota yang ada di Wilayah Provinsi Kalimantan Tengah Ibukota Kabupaten Kapuas adalah Kuala Kapuas, berjarak sekitar 140 km arah selatan dari Kota Palangka Raya (Ibukota Provinsi Kalimantan Tengah) dan 45 km arah tenggara dari kota Banjarmasin (Ibukota Provinsi kalimantan Selatan). Ibukota kabupaten Kapuas adalah Kulala Kapuas. Kuala sendiri berarti delata. Kota Kuala Kapuas adalah kota yang indah, karena berada di tepi sungai pada simpang tiga. Ketiga sungai tersebut adalah Sungai Kapuas Murung dengan panjang 66.375 km, Sungai Kapuas dengan panjang 600.000 km dan daerah Pantai/Pesisir Laut Jawa dengan panjang 189 847 km.
Pemukiman penduduk di Kota Kuala Kapuas terletak di sepanjang tepian sungai Kapuas. Kota ini berasal dari pelabuhan perdagangan skala kecil antar antar daerah dan pulau. Namun pada saat ini jalan lintas Trans Kalimantan telah membuka isolasi Kabupaten Kapuas ke wilayah lainnya di Pulau Kalimantan. Pembangunan Kota Kuala Kapuas cukup intensif khususnya kawasan permukiman dan wilayah kota yang mencakup gedung pemerintahan dan instruktur pendukung lainnya. Sebagai wilayah yang terletak di ujung selatan Propinsi Kalimantan Tengah, Kota Kuala Kapuas adalah pintu gerbang dari arah Provinsi Kalimantan Selatan dan Kalimantan Timur.

B. PERMASALAHAN
1. Saluran drainase di lingkungan pemukiman masyarakat perkotaan yang belum tertata dengan baik.
2. Fasilitas Ruang Terbuka Hijau(RTH) belum mencapai 30% dari total wilayah kota Kuala Kapuas.

BAB II
PEMBAHASAN

Adapun pembahasan tentang masalah yang timbul di Kota Kuala Kapuas dapat disampaikan sebagai berikut:

1. Saluran drainase di lingkungan pemukiman masyarakat perkotaan yang belum tertata dengan baik.

Kota merupakan pusat segala aktifitas kehidupan. Oleh karenanya, kota harus menyediakan fasilitas-fasilitas yang mendukung keberlangsungan aktifitas kehidupan tersebut, seperti prasarana perumahan, industri, perkantoran, pasar, jalan/terminal/stasiun untuk transportasi dan sebagainya. Kondisi demikian maka diperlukan lahan yang cukup dan sarana prasarana pendukung yang memadai, termasuk didalamnya penyediaan air bersih, drainase, dan saluran pembuangan limbah. Ketiga hal ini menjadi satu kesatuan yang harus terintegrasi dalam sistem pengelolaan air di kota.
Drainase (pematusan) kota yang buruk selama ini sering dijadikan penyebab terjadinya banjir (oleh air hujan) di kota, sehingga terkadang secara parsial, penanggulangan masalah banjir hanya tertumpu pada upaya memperbanyak saluransaluran drainase. Padahal perencanaan drainase kota saat ini tidak hanya menganut konsep pematusan atau pengaliran air saja, tapi juga menganut konsep konservasi air perkotaan.Sesuai perkembangan kuantitas dan kualitas masyarakat di Kota Kuala Kapuas menjadi tempat terpusatnya kegiatan masyarakat, senantiasa berkembang baik kuantitas maupun kualitasnya. Perkembangan kota perlu dikelola secara baik agar tidak terjadi hal-hal yang merugikan masyarakat.
Sebagaimana diketahui fenomena yang terjadi akibat perkembangan kota yang tidak dikelola secara baik contohnya adalah banjir lokal karena tersumbatnya saluran drainase oleh sampah, galian-galian pipa dan kabel yang tidak kunjung selesai, perubahan lahan hijau menjadi lahan komersial, jalan lingkungan/gang yang sempit , pendirian tempat penangkaran burung wallet yang di komplek pemukiman dan lainnya, yang semua itu diakibatkan pembangunan yang dilaksanakan tidak secara terpadu antara satu sektor dengan sektor lainnya. Hal ini juga di perparah dengan terbitnya izin pembangunan yang direkomendasikan Pemerintah Daerah sering tidak terpadu dengan peraturan daerah yang telah ditetapkan.

2. Fasilitas Ruang Terbuka Hijau(RTH) belum mencapai 30% dari total wilayah kota Kuala Kapuas.
Tantangan besar yang terkait dengan pertumbuhan perkotaan, terutama di negara-negara berkembang adalah karena perkembangan kota yang sangat pesat menimbulkan implikasi langsung terhadap kebutuhan sarana dan prasarana perkotaan.
Dalam rangka meminimalkan permasalahan yang dapat timbul sebagai akibat dari pertumbuhan kota Kuala Kapuas, perlu dilakukan perencanaan kota yang sistematik dan berkelanjurtan. Adapun jenis aktivitas perencanaan pada dasarnya dapat dibedakan berdasarkan kriteria: sifat tujuan perencanaan, lingkup aktivitas perencanaan yang tercakup; hierarki/tingkat spasial, dan hierarki operasional. Dalam konteks ini perencanaan kota/perkotaan merupakan salah jenis perencanaan berdasarkan hierarki spasial, yakni pada tingkat/skala kota atau kawasan perkotaan.Perencanaan kota/perkotaan berorientasi pada aspek fisik dan spasial. Dalam hal ini perencanaan kota/perkotaan penyiapan dan antisipasi kondisi kota pada masa yang akan datang, dengan titik berat pada aspek spasial dan tata guna lahan, yang dimaksudkan untuk mewujudkan peningkatan kualitas lingkungan kehidupan dan penghidupan masyarakat kota dalam mencapai kesejahteraan.
Proporsi 30% merupakan ukuran minimal untuk menjamin keseimbangan ekosistem kota, baik keseimbangan sistem hidrologi dan keseimbangan mikroklimat, maupun sistem ekologis lain yang dapat meningkatkan ketersediaan udara bersih yang diperlukan masyarakat, serta sekaligus dapat meningkatkan nilai estetika kota.

BAB III
PENUTUP

Adapun kesimpulan dari berbagai permasalahan yang terjadi di kota Kuala Kapuas adalah sebagai berikut:

1. Konsep pengelolaan air perkotaan harus mengacu pada konsep pembangunan yang telah digagas oleh United Nation Enviromental Program (UNEP) yakni pembangunan berkelanjutan. Pembangunan berkelanjutan mendasarkan pada konsep memadukan pembangunan dengan konservasi, dimana pembangunan yang tetap menghormati, peduli dan memelihara komunitas dalam kehidupan lingkungan, serta tetap berusaha memperbaiki dan meningkatkan kualitas hidup.
2. Target luas sebesar 30% dari luas wilayah kota dapat dicapai secara bertahap melalui pengalokasian lahan perkotaan secara tipikal. Ruang terbuka hijau di perkotaan terdiri dari RTH Publik dan RTH privat. Proporsi RTH pada wilayah perkotaan adalah sebesar minimal 30% yang terdiri dari 20% ruang terbuka hijau publik dan 10% terdiri dari ruang terbuka hijau privat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar